Modal Burger Menu

BPOM: Semua Mi Instan Aman

Konsumsi bersyarat Ahli Kimia Pangan dari Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan Institut Pertanian Bogor, Nuri Andarwulan, mengatakan, selain pada kecap, nipagin juga banyak ditemukan pada mi basah serta berbagai jenis camilan dan minuman. Nipagin banyak digunakan sebagai pengawet karena mampu memperpanjang masa simpan makanan lebih lama dan efektif melawan mikroba yang membuat makanan cepat rusak. Pengawet ini umumnya digunakan pada produk makanan dengan tingkat keasaman rendah. Karena fungsinya sebagai pengawet, penggunaan produk makanan yang mengandung nipagin perlu dibatasi. Menurut Nuri, langkah yang dapat dilakukan adalah dengan tidak mengonsumsinya secara terus-menerus atau setiap hari makanan yang mengandung nipagin. Pengombinasian produk makanan pabrikan yang dikonsumsi dengan jenis makanan yang beragam, terutama makanan segar, juga perlu dilakukan.

Hal yang perlu diwaspadai adalah nipagin pada camilan dan minuman. Konsumsi camilan dan minuman itu sering dilakukan masyarakat secara terus-menerus dan tanpa kontrol. “Penggunaan bahan makanan tambahan sulit dihentikan karena kondisi zaman yang membuat banyak masyarakat mengonsumsi makanan pabrikan yang lebih praktis. Namun, konsumsi makanan alami perlu lebih diutamakan,” ujarnya. Efek konsumsi nipagin yang berlebihan dalam tubuh baru akan dirasakan dalam waktu lama. Jika konsumsi nipagin melebihi batas harian yang diperbolehkan (acceptable daily intake) dan berlangsung secara terus-menerus, tubuh tidak akan mampu menguraikan atau mengeluarkannya melalui proses metabolisme.

Dalam kondisi tersebut, menurut Nuri, organ tubuh yang paling mudah terganggu adalah hati yang berfungsi menawarkan racun dalam tubuh. Jika berbagai bahan tambahan makanan dari berbagai jenis tersebut menumpuk dalam tubuh, fungsi hati akan terganggu. “Masyarakat perlu selektif dalam memilih makanan. Baca label makanan secara hati-hati untuk mengetahui risiko yang ada,” ujar Nuri. Secara terpisah, Ketua Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Seluruh Indonesia Franky Sibarani mengatakan, berdasarkan informasi Kantor Perwakilan Perdagangan Indonesia di Taiwan, kasus ini sudah muncul akhir Juli 2010. Penarikan produk tersebut di Taiwan menimbulkan keheranan karena sudah 15 tahun lebih Indomie diekspor ke negara tersebut.